Bidvertiser

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 31 Maret 2009

Peredaran Gelap Narkoba dan Pencucian Uang


Dalam International Narcotics Control Strategy Report (INCSR) yang dikeluarkan oleh Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs, United States Department of State pada bulan Maret 2003, Indonesia ditempatkan kembali ke dalam deretan major laundering countries di wilayah Asia Pacific bersama dengan 53 negara antara lain seperti Australia, Kanada, Cina, Cina Taipei, Hong Kong, India, Jepang, Macau Cina, Myanmar, Nauru, Pakistan, Filipina, Singapura, Thailand, United Kingdom dan Amerika Serikat. Predikat major laundering countries diberikan kepada negara-negara yang lembaga dan sistem keuangannya dinilai terkontaminasi bisnis narkotika internasional yang ditengarai melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar.

Lebih jauh, INCSR menyoroti pula beberapa hal yaitu upaya Indonesia dalam memberantas peredaran gelap narkoba yang dianggap masih belum memadai, kenaikan angka penyalahgunaan narkoba di dalam negeri, serta maraknya lalu lintas perdagangan gelap narkoba dari dan ke Indonesia yang melibatkan negara-negara seperti Thailand, Burma, Singapura, Afghanistan, Pakistan dan Nigeria.
Kejahatan peredaran gelap narkoba sejak lama diyakini memiliki kaitan erat dengan proses pencucian uang. Sejarah perkembangan typology pencucian uang menunjukkan bahwa perdagangan obat bius merupakan sumber yang paling dominan dan kejahatan asal (predicate crime) yang utama yang melahirkan kejahatan pencucian uang. Organized crime selalu menggunakan metode pencucian uang ini untuk menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan hasil bisnis haram itu agar nampak seolah-olah merupakan hasil dari kegiatan yang sah. Selanjutnya, uang hasil jual beli narkoba yang telah dicuci itu digunakan lagi untuk melakukan kejahatan serupa atau mengembangkan kejahatan-kejahatan baru.
Perkembangan peredaran obat bius di beberapa negara bahkan telah mencapai titik nadir. Gerard Wyrsch (1990) mengungkapkan bahwa pencucian uang yang berasal dari bisnis narkotika di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 100 sampai dengan 300 milyar dollar pertahunnya. Sedangkan di Eropa berkisar antara 300 sampai 500 milyar dollar pertahunnya, suatu angka yang fantastis. FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering) dalam annual report tahun 1995-1996 memperkirakan bahwa dari 600 milyar sampai satu trilyun dollar uang yang dicuci pertahunnya, sebagian besar berasal dari bisnis haram perdagangan gelap narkoba. Perkiraan jumlah di atas setiap tahun mengalami peningkatan sehingga dikenal istilah narco dollar, sekaligus menunjukkan bahwa persoalan peredaran gelap narkoba merupakan kejahatan internasional (international crime) dan persoalan seluruh negara.
Sejarah mencatat pula bahwa kelahiran rezim hukum internasional yang memerangi kejahatan pencucian uang dimulai pada saat masyarakat internasional merasa frustrasi dengan upaya memberantas kejahatan perdagangan gelap narkoba. Pada saat itu, rezim anti pencucian uang dianggap sebagai paradigma baru dalam memberantas kejahatan yang tidak lagi difokuskan pada upaya menangkap pelakunya, melainkan lebih diarahkan pada penyitaan dan perampasan harta kekayaan yang dihasilkan. Logika dari memfokuskan pada hasil kejahatannya adalah bahwa motivasi pelaku kejahatan akan menjadi hilang apabila pelaku dihalang-halangi untuk menikmati hasil kejahatannya.
Melihat korelasi yang erat antara kejahatan peredaran gelap narkoba sebagai predicate crime dan kejahatan pencucian uang sebagai derivative-nya, maka sangat jelas bahwa keberhasilan perang melawan kejahatan peredaran gelap narkoba di suatu negara sangat ditentukan oleh efektivitas rezim anti pencucian uang di negara itu. Dalam konteks Indonesia, hal menarik yang menjadi pertanyaan adalah apakah rezim anti pencucian uang Indonesia sudah cukup memadai untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan peredaran gelap narkoba di tanah air ?
Terlebih apabila kita ketahui bahwa sejak ditetapkan pada tanggal 17 April tahun lalu, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak dalam dan luar negeri serta direkomendasikan untuk segera dilakukan amandemen. Makalah ini akan mendiskusikan lebih jauh hubungan antara kejahatan peredaran gelap narkoba dan tindak pidana pencucian uang serta issue-issue yang terkait dengan efektivitas rezim anti pencucian uang di Indonesia

Comments :

1

blogwalking here with this lovely smile to you :)
have an awesome day :)

PS Holic mengatakan...
on